welcome
Senin, 27 Maret 2017
Kamis, 08 Desember 2016
10 Contoh Kasus Pelanggaran Etika Profesi
10 Kasus
Pelanggaran Etika Profesi Akuntansi
1. Manipulasi Laporan
Keuangan PT KAI
Transparansi serta
kejujuran dalam pengelolaan lembaga yang merupakan salah satu derivasi amanah
reformasi ternyata belum sepenuhnya dilaksanakan oleh salah satu badan usaha
milik negara, yakni PT Kereta Api Indonesia. Dalam laporan kinerja keuangan
tahunan yang diterbitkannya pada tahun 2005, ia mengumumkan bahwa keuntungan
sebesar Rp. 6,90 milyar telah diraihnya. Padahal, apabila dicermati, sebenarnya
ia harus dinyatakan menderita kerugian sebesar Rp. 63 milyar.
Kerugian ini terjadi
karena PT Kereta Api Indonesia telah tiga tahun tidak dapat menagih pajak pihak
ketiga. Tetapi, dalam laporan keuangan itu, pajak pihak ketiga dinyatakan
sebagai pendapatan. Padahal, berdasarkan standar akuntansi keuangan, ia tidak
dapat dikelompokkan dalam bentuk pendapatan atau asset. Dengan demikian,
kekeliruan dalam pencatatan transaksi atau perubahan keuangan telah terjadi di
sini.
Di lain pihak, PT
Kereta Api Indonesia memandang bahwa kekeliruan pencatatan tersebut hanya
terjadi karena perbedaan persepsi mengenai pencatatan piutang yang tidak
tertagih. Terdapat pihak yang menilai bahwa piutang pada pihak ketiga yang
tidak tertagih itu bukan pendapatan. Sehingga, sebagai konsekuensinya PT Kereta
Api Indonesia seharusnya mengakui menderita kerugian sebesar Rp. 63 milyar.
Sebaliknya, ada pula pihak lain yang berpendapat bahwa piutang yang tidak
tertagih tetap dapat dimasukkan sebagai pendapatan PT Kereta Api Indonesia
sehingga keuntungan sebesar Rp. 6,90 milyar dapat diraih pada tahun tersebut.
Diduga, manipulasi laporan keuangan PT Kereta Api Indonesia telah terjadi pada
tahun-tahun sebelumnya. Sehingga, akumulasi permasalahan terjadi disini.
2. Kasus Manipulasi
KAP Andersen dan Enron
Sejak tahun 1985
Enron Corporation menggunakan jasa Arthur Andersen. Andersen melakukan audit
internal dan audit external untuk Enron termasuk untuk kantor-kantor cabangnya.
Enron corporation adalah salah satu klien terbesar Andersen dengan kontribusi
omset sebesar $10 milyar per tahunnya.
Dalam rangka
memperbesar keuntungan yang selama ini telah diperoleh, dibukalah
partnership-partneship yang diberi nama “special purpose partnership”. Partner
dagang yang dimiliki oleh Enron hanya satu untuk setiap partnership dan partner
tersebut hanya menyumbang modal yang sangat sedikit (hanya sekitar 3% dari
jumlah modal keseluruhan). Orang awam pasti bertanya mengapa Enron berminat
untuk berpartisipasi dalam partnership dimana Enron menyumbang 97% dari modal.
Muncul pertanyaan
dari mana Enron membiayai partnership-partnership tersebut? Pembiayaan tersebut
ternyata diperoleh Enron dengan “meminjamkan” saham Enron (induk perusahaan)
kepada Enron (anak perusahaan) sebagai modal dasar partnership-partnership
tersebut. Secara singkat, Enron sesungguhnya mengadakan transaksi dengan
dirinya sendiri. Enron tidak pernah mengungkapkan operasi dari
partnership-partnership tersebut dalam laporan keuangan yang ditujukan kepada
pemegang saham dan Security Exchange Commission (SEC).
Lebih jauh lagi,
Enron bahkan memindahkan utang-utang sebesar $US 690 juta yang ditimbulkan
induk perusahaan ke partnership partnership tersebut. Total hutang yang
berhasil disembunyikan adalah $US 1,2 miliar. Akibatnya, laporan keuangan dari
induk perusahaan terlihat sangat atraktif, menyebabkan harga saham Enron
melonjak menjadi $US90 pada bulan Februari 2001. Perhitungan menunjukkan bahwa
dalam kurun waktu tersebut, Enron telah melebih-lebihkan laba mereka sebanyak
$US650miliar.
Manipulasi yang
dilakukan Enron selama bertahun-tahun ini mulai terungkap ketika Sherron
Watskin, salah satu eksekutif Enron mulai melaporkan praktek tidak terpuji ini.
Pada bulan September 2001, pemerintah mulai mencium adanya ketidakberesan dalam
laporan pembukuan Enron. Pada bulan Oktober 2001, Enron mengumumkan kerugian
sebesar $US618 miliar dan nilai aset Enron menyusut sebesar $US1,2 triliun
dolar AS. Pada laporan keuangan yang sama diakui, bahwa selama tujuh tahun
terakhir, Enron selalu melebih-lebihkan laba bersih mereka. Akibat laporan
mengejutkan ini, nilai saham Enron mulai anjlok dan saat Enron mengumumkan
bahwa perusahaan harus gulung tingkar, 2 Desember 2001, harga saham Enron hanya
26 sen.
3. Kasus
KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono
September tahun 2001,
KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono harus menanggung malu. Kantor akuntan
publik ternama ini terbukti menyogok aparat pajak di Indonesia sebesar US$ 75
ribu. Sebagai siasat, diterbitkan faktur palsu untuk biaya jasa profesional
KPMG yang harus dibayar kliennya PT Easman Christensen, anak perusahaan Baker
Hughes Inc. yang tercatat di bursa New York. Berkat aksi sogok ini, kewajiban
pajak Easman memang susut drastis. Dari semula US$ 3,2 juta menjadi hanya US$
270 ribu. Namun, Penasihat Anti Suap Baker rupanya was-was dengan polah anak
perusahaannya. Maka, ketimbang menanggung risiko lebih besar, Baker melaporkan
secara suka rela kasus ini dan memecat eksekutifnya.Badan pengawas pasar modal
AS, Securities & Exchange Commission, menjeratnya dengan Foreign Corrupt
Practices Act, undang-undang anti korupsi buat perusahaan Amerika di luar
negeri. Akibatnya, hampir saja Baker dan KPMG terseret ke pengadilan distrik
Texas. Namun, karena Baker mohon ampun, kasus ini akhirnya diselesaikan di luar
pengadilan. KPMG pun terselamatan.
4. Kasus Mulyana W
Kusuma
Kasus ini terjadi
sekitar tahun 2004. Mulyana W Kusuma sebagai seorang anggota KPU diduga menyuap
anggota BPK yang saat itu akan melakukan audit keuangan berkaitan dengan
pengadaan logistic pemilu. Logistic untuk pemilu yang dimaksud yaitu kotak
suara, surat suara, amplop suara, tinta, dan teknologi informasi. Setelah
dilakukan pemeriksaan, badan dan BPK meminta dilakukan penyempurnaan laporan. Setelah
dilakukan penyempurnaan laporan, BPK sepakat bahwa laporan tersebut lebih baik
daripada sebelumnya, kecuali untuk teknologi informasi. Untuk itu, maka
disepakati bahwa laporan akan diperiksa kembali satu bulan setelahnya.
Setelah lewat satu
bulan, ternyata laporan tersebut belum selesai dan disepakati pemberian waktu
tambahan. Di saat inilah terdengar kabar penangkapan Mulyana W Kusuma. Mulyana
ditangkap karena dituduh hendak melakukan penyuapan kepada anggota tim auditor
BPK, yakni Salman Khairiansyah. Dalam penangkapan tersebut, tim intelijen KPK
bekerja sama dengan auditor BPK. Menurut versi Khairiansyah ia bekerja sama
dengan KPK memerangkap upaya penyuapan oleh saudara Mulyana dengan menggunakan
alat perekam gambar pada dua kali pertemuan mereka.
Penangkapan ini
menimbulkan pro dan kontra. Salah satu pihak berpendapat auditor yang
bersangkutan, yakni Salman telah berjasa mengungkap kasus ini, sedangkan pihak
lain berpendapat bahwa Salman tidak seharusnya melakukan perbuatan tersebut
karena hal tersebut telah melanggar kode etik akuntan.
5. Kasus Sembilan KAP
yang diduga melakukan kolusi dengan kliennya
Jakarta, 19 April
2001 .Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta pihak kepolisian mengusut
sembilan Kantor Akuntan Publik, yang berdasarkan laporan Badan Pengawas
Keuangan dan Pembangunan (BPKP), diduga telah melakukan kolusi dengan pihak
bank yang pernah diauditnya antara tahun 1995-1997. Koordinator ICW Teten
Masduki kepada wartawan di Jakarta, Kamis, mengungkapkan, berdasarkan temuan
BPKP, sembilan dari sepuluh KAP yang melakukan audit terhadap sekitar 36 bank
bermasalah ternyata tidak melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar
audit.
Hasil audit tersebut
ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya sehingga akibatnya mayoritas
bank-bank yang diaudit tersebut termasuk di antara bank-bank yang dibekukan
kegiatan usahanya oleh pemerintah sekitar tahun 1999. Kesembilan KAP tersebut
adalah AI & R, HT & M, H & R, JM & R, PU & R, RY, S &
S, SD & R, dan RBT & R. “Dengan kata lain, kesembilan KAP itu telah
menyalahi etika profesi. Kemungkinan ada kolusi antara kantor akuntan publik
dengan bank yang diperiksa untuk memoles laporannya sehingga memberikan laporan
palsu, ini jelas suatu kejahatan,” ujarnya. Karena itu, ICW dalam waktu dekat
akan memberikan laporan kepada pihak kepolisian untuk melakukan pengusutan
mengenai adanya tindak kriminal yang dilakukan kantor akuntan publik dengan
pihak
perbankan.
ICW menduga, hasil
laporan KAP itu bukan sekadar “human error” atau kesalahan dalam penulisan
laporan keuangan yang tidak disengaja, tetapi kemungkinan ada berbagai
penyimpangan dan pelanggaran yang dicoba ditutupi dengan melakukan rekayasa
akuntansi. Teten juga menyayangkan Dirjen Lembaga Keuangan tidak melakukan
tindakan administratif meskipun pihak BPKP telah menyampaikan laporannya,
karena itu kemudian ICW mengambil inisiatif untuk mengekspos laporan BPKP ini
karena kesalahan sembilan KAP itu tidak ringan. “Kami mencurigai, kesembilan
KAP itu telah melanggar standar audit sehingga menghasilkan laporan yang
menyesatkan masyarakat, misalnya mereka memberi laporan bank tersebut sehat
ternyata dalam waktu singkat bangkrut. Ini merugikan masyarakat. Kita
mengharapkan ada tindakan administratif dari Departemen Keuangan misalnya
mencabut izin kantor akuntan publik itu,” tegasnya. Menurut Tetan, ICW juga
sudah melaporkan tindakan dari kesembilan KAP tersebut kepada Majelis
Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan sekaligus meminta supaya
dilakukan tindakan etis terhadap anggotanya yang melanggar kode etik profesi
akuntan.
6. Kasus PT Muzatek
Jaya
Kasus
pelanggaran atas Standar Profesional Akuntan Publik, muncul kembali. Menteri
Keuangan langsung memberikan sanksi pembekuan.
Menkeu
Sri Mulyani telah membekukan ijin AP (Akuntan Publik) Drs Petrus M. Winata dari
KAP Drs. Mitra Winata dan Rekan selama 2 tahun yang terhitung sejak 15 Marit
2007, Kepala Biro Hubungan Masyaraket Dep. Keuangan, Samsuar Said saat siaran
pers pada Selasa (27/3), menerangkan sanksi pembekuan dilakukan karena AP
tersebut melakukan suatu pelanggaran atas SPAP (Standar Profesional Akuntan
Publik).
Pelanggaran
tersebut berkaitan dengan pelaksanaan pemeriksaan audit terhadap Laporan
Keuangan PT. Muzatek Jaya pada tahun buku 31 December 2004 yang dijalankan oleh
Petrus. Dan selain itu Petrus juga melakukan pelanggaran terhadap pembatasan
dalam penugasan audit yaitu Petrus malaksanakan audit umum terhadap Lap.
keuangan PT. Muzatek Jaya dan PT. Luhur Arta Kencana serta kepada Apartement
Nuansa Hijau mulai tahun buku 2001. hingga tahun 2004.
7. Kasus Malinda Dee -
Citibank
Malinda
Memalsukan Tandatangan Nasabah
Malinda
Dee, 47 tahun, Terdakwa atas kasus pembobolan dana Citybank, terbukti diketahui
memindahkan beberapa dana nasabah dengan memalsukan tandatangan nasabah didalam
formulir transfer. Kejadian ini terungkap didalam dakwaan oleh Jaksa Penuntut
Umum dalam sidang perdana di PN Jakarta Selatan, Selasa [8/11/2011].
"Sebagian tandatangan yang tertera pada blangko formulir transfer adalah
tanda-tangan nasabah." ujar Tatang Sutarma, Jaksa Penuntut Umum.
Malinda
berhasil memalsukan tandatangan Rohli bin Pateni. Pemalsuan dilakukan hingga 6
kali pada formulir transfer Citibank nomor AM 93712 yang bernilai 150.000
dollar AS pada tanggal 31 Agustus 2010. Pemalsuan tanda tangan dilakukan juga
di formulir nomor AN 106244 yang dikirim ke PT. Eksklusif Jaya Perkasa sebesar
Rp. 99 juta. Dalam transaksi transfer ini, Malinda dee menulis
"Pembayaran Bapak Rohli untuk pembayaran interior", pada kolom pesan.
Pemalsuan
tanda tangan yang lain pada formulir nomor AN 86515 tanggal 23 Desember 2010
dengan penerima PT. Abadi Agung Utama. "Penerima Bank Artha Graha senilai
Rp. 50 juta dan pada kolom pesan tertulis DP pembelian unit 3 lantei 33 combin
unit." baca jaksa penuntut umum. Juga dengan menggunakan nama serta
tanda-tangan palsu Rohli, Malinda Dee mengirim uang sebesar Rp. 250 juta pada
formulir AN 86514 kepada PT. Samudera Asia Nasional tanggal 27 December 2010
dan AN 61489 sebesar nilai yang sama pada tanggal 26 January 2011. Pun
pemalsuan dalam formulir AN 134280 pengiriman kepada Rocky Deany C. Umbas
senilai Rp. 50 juta tanggal 28 January 2011 pembayaran pemasangan CCTV, milik
Rohli.
Adapun
tanda-tangan palsu beratas nama korban N. Susetyo Sutadji dilakukan sebanyak 5
kali, yaitu dalam formulir Citibank No AJ 79026, AM 122339, AM 122330, AM
122340, dan juga AN 110601. Malinda mengirim uang senilai Rp. 2 miliar kepada
PT. Sarwahita Global Management, Rp. 361 juta kepada PT. Yafriro International,
Rp. 700 juta kepada Leonard Tambunan. Dan 2 transaksi yang lain sebesar Rp. 500
juta dan Rp 150 juta dikirimkan kepada Vigor AW. Yoshuara secara berurutan.
"Hal
ini telah sesuai dengan keterangan saksi Rohli dan N. Susetyo Sutadji dan saksi
Surjati T. Budiman serta telah sesuai BAP (Berita Acara Pemeriksaan)
Labaratoris Kriminalistis Bareskrim Polri." jelasnya. Pengiriman uang
serta pemalsuan tanda-tangan ini tidak di sadari oleh ke-2 nasabah
tersebut.
8. Kasus Kredit Macet
Rp 52 Miliar
JAMBI,
KOMPAS.com – Seorang akuntan publik yang membuat laporan keuangan perusahaan
Raden Motor untuk mendapatkan pinjaman modal senilai Rp 52 miliar dari BRI
Cabang Jambi pada 2009, diduga terlibat kasus korupsi dalam kredit macet.
Hal ini
terungkap setelah pihak Kejati Jambi mengungkap kasus dugaan korupsi tersebut
pada kredit macet untuk pengembangan usaha di bidang otomotif tersebut.
Fitri
Susanti, kuasa hukum tersangka Effendi Syam, pegawai BRI yang terlibat kasus
itu, Selasa (18/5/2010) mengatakan, setelah kliennya diperiksa dan dikonfrontir
keterangannya dengan para saksi, terungkap ada dugaan kuat keterlibatan dari
Biasa Sitepu sebagai akuntan publik dalam kasus ini. Hasil pemeriksaan dan
konfrontir keterangan tersangka dengan saksi Biasa Sitepu terungkap ada
kesalahan dalam laporan keuangan perusahaan Raden Motor dalam mengajukan
pinjaman ke BRI.
Ada empat
kegiatan data laporan keuangan yang tidak dibuat dalam laporan tersebut oleh
akuntan publik, sehingga terjadilah kesalahan dalam proses kredit dan ditemukan
dugaan korupsinya. “Ada empat kegiatan laporan keuangan milik Raden Motor yang
tidak masuk dalam laporan keuangan yang diajukan ke BRI, sehingga menjadi
temuan dan kejanggalan pihak kejaksaan dalam mengungkap kasus kredit macet
tersebut,” tegas Fitri.
Keterangan
dan fakta tersebut terungkap setelah tersangka Effendi Syam diperiksa dan
dikonfrontir keterangannya dengan saksi Biasa Sitepu sebagai akuntan publik
dalam kasus tersebut di Kejati Jambi.
Semestinya
data laporan keuangan Raden Motor yang diajukan ke BRI saat itu harus lengkap,
namun dalam laporan keuangan yang diberikan tersangka Zein Muhamad sebagai
pimpinan Raden Motor ada data yang diduga tidak dibuat semestinya dan tidak
lengkap oleh akuntan publik.
Tersangka
Effendi Syam melalui kuasa hukumnya berharap pihak penyidik Kejati Jambi dapat
menjalankan pemeriksaan dan mengungkap kasus dengan adil dan menetapkan siapa
saja yang juga terlibat dalam kasus kredit macet senilai Rp 52 miliar, sehingga
terungkap kasus korupsinya.
Sementara
itu pihak penyidik Kejaksaan yang memeriksa kasus ini belum maumemberikan
komentar banyak atas temuan keterangan hasil konfrontir tersangka Effendi Syam
dengan saksi Biasa Sitepu sebagai akuntan publik tersebut.
Kasus
kredit macet yang menjadi perkara tindak pidana korupsi itu terungkap setelah
kejaksaan mendapatkan laporan adanya penyalahgunaan kredit yang diajukan
tersangka Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor. Dalam kasus ini pihak
Kejati Jambi baru menetapkan dua orang tersangka, pertama Zein Muhamad sebagai
pimpinan Raden Motor yang mengajukan pinjaman dan tersangka Effedi Syam dari
BRI yang saat itu menjabat sebagai pejabat penilai pengajuan kredit.
9. Kasus Lippo
Beberapa kasus yang hampir serupa juga terjadi di
Indonesia, salah satunya adalah laporan keuangan ganda Bank Lippo pada tahun
2002. Kasus Lippo bermula dari adanya tiga versi laporan keuangan yang
ditemukan oleh Bapepam untuk periode 30 September 2002, yang masing-masing
berbeda. Laporan yang berbeda itu, pertama, yang diberikan kepada publik atau
diiklankan melalui media massa pada 28 November 2002. Kedua, laporan ke BEJ
pada 27 Desember 2002, dan ketiga, laporan yang disampaikan akuntan publik,
dalam hal ini kantor akuntan publik Prasetio, Sarwoko dan Sandjaja dengan
auditor Ruchjat Kosasih dan disampaikan kepada manajemen Bank Lippo pada 6
Januari 2003. Dari ketiga versi laporan keuangan tersebut yang benar-benar
telah diaudit dan mencantumkan ”opini wajar tanpa pengecualian” adalah laporan
yang disampaikan pada 6 Januari 2003. Dimana dalam laporan itu disampaikan
adanya penurunan AYDA (agunan yang diambil alih) sebesar Rp 1,42 triliun, total
aktiva Rp 22,8 triliun, rugi bersih sebesar Rp 1,273 triliun dan CAR sebesar
4,23 %. Untuk laporan keuangan yang diiklankan pada 28 November 2002 ternyata
terdapat kelalaian manajemen dengan mencantumkan kata audit. Padahal laporan
tersebut belum diaudit, dimana angka yang tercatat pada saat diiklankan adalah
AYDA sebesar Rp 2,933 triliun, aktiva sebesar Rp 24,185 triliun, laba bersih
tercatat Rp 98,77 miliar, dan CAR 24,77 %. Karena itu BAPEPAM menjatuhkan
sanksi denda kepada jajaran direksi PT Bank Lippo Tbk. sebesar Rp 2,5 miliar,
karena pencantuman kata ”diaudit” dan ”opini wajar tanpa pengecualian” di
laporan keuangan 30 September 2002 yang dipublikasikan pada 28 Nopember 2002,
dan juga menjatuhkan sanksi denda sebesar Rp 3,5 juta kepada Ruchjat Kosasih
selaku partner kantor akuntan publik (KAP) Prasetio, Sarwoko & Sandjaja
karena keterlambatan penyampaian informasi penting mengenai penurunan AYDA Bank
Lippo selama 35 hari.
Kasus-kasus skandal diatas menyebabkan profesi
akuntan beberapa tahun terakhir telah mengalami krisis kepercayaan. Hal itu
mempertegas perlunya kepekaan profesi akuntan terhadap etika. Jones, et al.
(2003) lebih memilih pendekatan individu terhadap kepedulian etika yang berbeda
dengan pendekatan aturan seperti yang berdasarkan pada Sarbanes Oxley Act.
Mastracchio (2005) menekankan bahwa kepedulian terhadap etika harus diawali
dari kurikulum akuntansi, jauh sebelum mahasiswa akuntansi masuk di dunia profesi
akuntansi. Dari kedua kasus di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa dalam
profesi akuntan terdapat masalah yang cukup pelik di mana di satu sisi para
akuntan harus menunjukkan independensinya sebagai auditor dengan menyampaikan
hasil audit ke masyarakat secara obyektif, tetapi di sisi lain mereka
dipekerjakan dan dibayar oleh perusahaan yang tentunya memiliki kepentingan
tersendiri.
TEMPO.CO, Jakarta - Chaeri Wardana alias Wawan, adik Gubernur Banten
nonaktif Atut Chosiyah, untuk pertama kalinya diperiksa Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) di Jakarta, Jumat, 4 Juli 2014, sebagai tersangka kasus korupsi
pengadaan alat kesehatan Tangerang Selatan.
Menurut juru bicara KPK, Johan Budi Sapto Prabowo, sebelumnya periksaan
Wawan tidak masuk dalam agenda pemeriksaan hari Jumat. "Ada tambahan
pemeriksaan atas nama TCW, diperiksa sebagai tersangka kasus pengadaan alat
kesehatan Tangerang Selatan," kata Johan.
Wawan masuk ke gedung KPK sekitar pukul 14.00 dan keluar pukul 18.30 WIB.
Suami Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany ini saat ditanya wartawan
setelah diperiksa tak mengucap sepatah kata pun.
Penasihat hukum Wawan, Maqdir Ismail, menuturkan kliennya diperiksa atas
kasus proyek pengadaan barang senilai sekitar Rp 20 miliar itu. "Dia juga
diminta konfirmasinya terkait dengan dokumen proyek itu," ujarnya.
Menurut dia, Wawan hanya tahu proses sesudah lelang. "Proses
pengadaan barangnya, ia tidak tahu," kata Maqdir. Dia menuturkan yang
paling tahu soal pengadaan barangnya adalah Kepala Dinas Kesehatan Tangerang
Selatan Dadang M. Epid. Pada pertengahan Juni lalu, Dadang telah ditetapkan
sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung. (Baca juga: Atut dan Wawan Jadi
Tersangka Korupsi Alkes Banten).
Wawan sudah divonis 5 tahun penjara atas kasus suap penanganan sengketa
pemilu kepala daerah Lebak dan Banten di Mahkamah Konstitusi. Dia juga
diduga terlibat kasus korupsi pengadaan alat kesehatan Tangerang Selatan dan
Banten. Juga kasus pencucian uang. Tiga kasus ini masih dalam proses
penyidikan.
Sumber:
Senin, 31 Oktober 2016
PRINSIP, ATURAN DAN TANGGUNG JAWAB
Kode Etik (Pedoman Perilaku) IFAC
Prinsip-prinsip dan dan standar-standar fundamental yang
telah dijelaskan di atas terdapat disebagian besar kode. IFAC dalam Kode Etik
Akuntan Profesional versi 2001 menyatakan mengapa akuntan professional harus
melayani kepentingan publik dikatakan:
“Tanda yang membedakan suatu profesi adalah penerimaan
tanggung jawab kepada publik. Masyarakat profesi akuntansi terdiri dari klien,
penyedia kredit, pemerintah, pengusaha, karyawan, investor, masyarakat bisnis
dan keuangan, dan lain-lain yang bergantung pada objektivitas dan integritas
akuntan professional untuk mempertahankan fungsi teratur perniagaan.
Ketergantungan ini membebankan tanggung jawab kepentingan publik pada profesi
akuntansi. Kepentingan umum didefinisikan sebagai kesejahteraan kolektif
masyarakat dan institusi yang mendapat pelayanan akuntan professional. Tanggung
jawab seorang akuntan professional tidak secara khusus hanya memenuhi kebutuhan
individu klien atau atasan. Standar profesi akuntani ini sangat ditentukan oleh
kepentingan umum.”
IFAC menyatakan secara tersirat bahwa ada kelompok-kelompok
professional lainnya yang akan diberikan kepercayaan untuk melayani masyarakat
jika terdapat kelompok akuntan professional terbukti tidak dapat diandalkan
dalam melaksanakan tugas ini. Kode Etik Prinsip-prinsip Dasar Akuntan
Profesional IFAC 2005 – Section 100.4 Seorang akuntan professional diharuskan
untuk mematuhi prinsip-prinsip dasar berikut:
a) Integritas – seorang akuntan
professional harus tegas dan jujur dalam semua keterlibatannya dalam hubungan
profesional dan bisnis
b) Objektivitas – seorang akuntan
professional seharusnya tidak membiarkan bias, konflik kepentingan, atau
pengaruh yang berlebihan dari orang lain untuk mengesampingkan penilaian
professional atau bisnis
c) Kompetensi professional dan
Kesungguhan – seorang akuntan professional mempunyai tugas yang
berkesinambungan untuk senantiasa menjaga penghetahuan dan skil professional
pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau atasan menerima
jasa professional yang kompeten berdasarkan perkembangan terkini dalam praktik,
legislasi dan teknis. Seorang akuntan professional harus bertindak tekun dan
sesuai dengan standar teknis dan professional yang berlaku dalam memberikan
layanan professional
d) Kerahasiaan – seorang akuntan
professional harus menghormati kerahasian informasi yang diperoleh sebagai
hasil dari hubungan bisnis professional dan bisnis tidak boleh mengungkapkan
informasi tersebut kepada pihak ketiga, tanpa otoritas yang tepat dan spesifik
kecuali ada hak hukum atau professional atau kewajiban untuk mengungkapkan.
Informasi rahasi yang diperoleh sebagai hasil dari hubungan bisnis professional
seharusnya tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi para akuntan professional
atau pihak ketiga.
e) Perilaku Profesional – seorang
akuntan professional harus patuh pada hukum dan peraturan-peraturan terkait dan
seharusnya menghindari tindakan yang bisa mendeskreditkan profesi.
Ikhtisar Kode Etik (Pedoman
Perilaku) AICPA
Prinsip-prinsip:
·
Tanggung
Jawab: dalam melaksanakan tanggung jawab mereka sebagai professional, anggota
harus menerapkan penilaian professional dan moral yang sensitive dalam segala
kegiatannya.
·
Kepentingan
Umum: anggota harus menerima kewajiban mereka untuk bertindak dengan cara yang
dapat melayani kepentingan publik, menghormati kepercayaan publik, dan
menunjukkan komitmen terhadap profesionalisme.
·
Integritas.”untuk
mempertahankan dan memperluas kepercayaan masyarakat, anggota harus melakukan
semua tanggung jawab professional dengan integritas tertinggi.
·
Objectivitas
dan Independensi: seorang anggota harus mempertahankan objectivitas dan bebas
dari konflik kepentingan dalam melaksanakan tanggung jawab professional.
Seorang anggota dalam praktik publik harus independen dalam penyajian fakta dan
tampilan ketika memberikan layanan audit dan jasaatestasi lainnya.
·
Due
Care: seoarang anggota harus mematuhi standar teknis dan etis profesi, berusaha
terus menerus untuk menigkatkan kompetensi dan layanan dalam melaksanakan
tanggung jawab professional dengan kemampuan terbaik yang dimiliki anggota.
·
Sifat
dan Cakupan Layanan: seorang anggota dalam praktik publik harus memerhatikan
Prinsip-prinsip dari Kode Etik Profesional dalam menentukan lingkup dan sifat
jasa yang akan disediakan.
·
Aturan:
Interpretasi Penting/Cakupan Permasalahan 101 Independensi 102 Integritas dan
Objektivitas 201 Standar-Standar Umum 202 Kesesuaian dengan Standar 203
Prinsip-prinsip Akuntansi 301 Informasi Rahasia Klien 302 Biaya-biaya tak
Terduga 501 Tindakan Pendiskreditan 502 Periklanan dan Permohonan 503 Komisi
dan Biaya Rujukan 505 Bentuk dan Nama Organisasi · Akan terganggu oleh berbagai
transaksi, hubungan dan kepentingan, termasuk: kepentingan keuangan langsung
atau material, kinerja pelayanan non-atestasi tertentu, investasi umum,
pinjaman; hubungan keluarga, atau jabatan kantor seperti; direktur, pejabat,
karyawan, promotor, penjamin emisi, wali atau peminjam (kecuali dalam syarat
normal dari lembaga keuangan untuk mobil, rumah, kartu kredit) dan ancaman
litigasi. · Tidak ada konflik kepentingan · Tidak ada kesalahan dalam
pengfiguran fakta atau subordinasi penilaian kepada orang lain. · Standar
kompetensi professional · Kesungguhan kerja professional · Perencanaan dan
pengawasan · Data relevan yang cukup · Diperlukan jika layanan meliputi audit,
peninjauan kembali, kompilasi, konsultasi manajemen, pajak, atau layanan
professional lainnya. · Tidak ada penyimpangan dari prinsip akuntansi yang
berlaku umum (GAAP) kecuali sebuah pernyataan menyesatkan akan muncul, maka
harus menyatakan mengapa suatu penyimpangan itu dibenarkan dan perkiraan
dampaknya – otorisasi dari pernyataan FASB,GASB, FASAB. · Tidak ada
pengungkapan tanpa persetujuan, kecuali untuk urusan atau proses CPA · Tidak
digunakan untuk kepentingan pribadi · Tidak diizinkan untuk audit, peninjauan
kembali, kompilasi, pemeriksaan informasi keuangan prospektif, atau informasi
wajib pajak atau klaim pengembalian pajak – beberapa pengecualian yang
tercantum. · Tidak diizinkan: diskriminasi, pelecehan, penyimpangan dari
standar tata kelola, kelalaian, pengungkapan atau permohonan pemeriksaan.
Pertanyaan atau jawaban CPA, kegagalan untuk mengajukan dokumen informasi wajib
pajak atau membayar kewajiban pajak. · Tidak boleh salah, menyesatkan, atau
menipu, atau melibatkan pemaksaan, cakupan yang terlalu luas, atau pelecehan. ·
Tidak diperkenankan rekomendasi layanan ke atau dari klien audit, peninjauan
kembali, kompilasi , atau pemeriksaan informasi keuangan prospektif, atau harus
diungkapkan. · Tidak dapat dibayar atau diterima tanpa diberitahukan kepada
klien · Mengizinkan kepemilikan minoritas non-CPA, mempertahankan tanggung
jawab penuh CPA, secara finansial dan sebaliknya, untuk pekerjaan atestasi yang
dilakukan untuk melindungi kepentingan publik, tetapi tidak dapat mengeluarkan
diri mereka dari CPA, dan harus mengikuti peraturan AICPA.
Kode
Etik IAI Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia
Terdiri dari tiga bagian:
(1) Prinsip Etika
(2) Aturan Etika
(3) Interpretasi Aturan Etika.
Prinsip
Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan
pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan oleh Kongres dan
berlaku bagi seluruh anggota, sedangkan Aturan Etika disahkan oleh Rapat
Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota Himpunan yang bersangkutan.
Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan
yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan
pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan
Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya. Pernyataan
Etika Profesi yang berlaku saat ini dapat dipakai sebagai Interpretasi dan atau
Aturan Etika sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk
menggantikannya. Kepatuhan Kepatuhan terhadap Kode Etik, seperti juga dengan
semua standar dalam masyarakat terbuka, tergantung terutama sekali pada
pemahaman dan tindakan sukarela anggota. Di samping itu, kepatuhan anggota juga
ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh sesama anggota dan oleh opini publik, dan
pada akhirnya oleh adanya mekanisme pemrosesan pelanggaran Kode Etik oleh
organisasi, apabila diperlukan, terhadap anggota yang tidak menaatinya. Jika
perlu, anggota juga harus memperhatikan standar etik yang ditetapkan oleh badan
pemerintahan yang mengatur bisnis klien atau menggunakan laporannya untuk
mengevaluasi kepatuhan klien terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Prinsip dan Kode Etik Profesi IAI:
1. Tanggung Jawab Profesi
2. Kepentingan Publik
3. Integritas.
4. Obyektivitas
5. Kompetensi dan Kehati-hatian
Profesional
6. Kerahasiaan
Aturan dan Interpretasi Etika Dalam
Kode Etik Akuntansi
Ketika profesi menemukan bahwa kekhawatiran muncul dalam
profesi akibat dari perdebatan tentang penerapan yang tepat dari sebuah aturan,
klarifikasi akan dikeluarkan dalam bentuk interpretasi. Interpretasi ini sering
merupakan addendum atau apendiks terhadap kode, dapat ditambahkan ketika
dibutuhkan dalam suatu kondisi. Motivasi untuk perubahan pada kode-kode
professional berasal dari permasalahan yang sama, biasanya skandal keuangan
yang telah mengikis kredibilitas profesi. Pada umumnya, tekanan terbesar muncul
saat ekonomi ekonomi Amerika Utara telah lemah, hal ini menyebabkan perusahaan
ataupun individu terlibat dalam tindakan penipuan, atau kesalahan dalam
penyajian laporan keuangan, atau penggunaan celah untuk mengambil keuntungan
secara tidak adil. Hal inilah yang memotivasi perevisian kode professional
untuk memberikan bimbingan agar masalah yang sama tidak terjadi di masa yang
akan datang. Ada dua faktor yang berbeda dengan motivasi-motivasi di awal
millennium baru.
Pertama, peristiwa kehancuran Enron, Arthur Andersen dan
WorldCom terjadi pada saat kondisi ekonomi bagus – meskipun mereka menimbulkan
erosi kredibilitas yang menurunkan kepercayaan, yang pada akhirnya juga
menurunkan kinerja perekonomian. Pada perubahan ini menunjukkan bahwa masalah
etika dapat dan akan memainkan peran yang lebih serius dan signifikan. Kedua,
keinginan untuk konvergensi global atau harmonisasi standar untuk memfasilitasi
bisnis global dan arus modal merupakan pendorong perubahan yang lebih kuat.
Dengan demikian, konvergensi dapat menghasilkan standar yang lebih kuat dan
kesinambungan perubahan yang lebih cepat. Bagaimanapun, waktu akan menunjukkan
jika kebutuhan akan kepatuhan pada peraturan pendamping dan kerangka penegakan
hukum, seperti yang telah dicontohkan oleh SEC dan OSC akan berkembang di
seluruh dunia untuk mewujudkan perbaikan.
Tanggung Jawab Sosial (social
responsibility) Kantor Akuntan Publik sebagai Entitas Bisnis.
Sebagai entitas bisnis layaknya entitas-entitas bisnis lain,
Kantor Akuntan Publik juga dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat,
bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan
lebih kompleks lagi. Artinya, pada Kantor Akuntan Publik juga dituntut
akan suatu tanggung jawab sosial kepada masyarakat. Namun, pada Kantor Akuntan
Publik bentuk tanggung jawab sosial suatu lembaga bukanlah pemberian sumbangan
atau pemberian layanan gratis. Tapi meliputi ciri utama dari profesi akuntan
publik terutama sikap altruisme, yaitu mengutamakan kepentingan publik dan juga
memperhatikan sesama akuntan publik dibanding mengejar laba.
Krisis
Dalam Profesi Akuntan
Maraknya kecurangan di laporan keuangan, secara langsung
maupun tidak langsung mengarah pada profesi akuntan. Sederetan
kecurangan telah terjadi baik diluar maupun di
Indonesia. Profesi akuntan saat ini tengah menghadapi sorotan
tajam terlebih setelah adanya sejumlah skandal akuntansi yang dilakukan
beberapa perusahaan dunia. Terungkapnya kasus manipulasi yang dilakukan
perusahaan Enron merupakan pemicu terjadinya krisis dalam
dunia profesi akuntan dan terungkapnya kasus-kasus manipulasi
akuntansi lainnya seperti kasus worldCom, Xerox Corp, dan Merek Corp. Dan di
Indonesia yaitu kasus Kimia Farma, PT Bank Lippo, dan ditambah lagi kasus
penolakan laporan keuangan PT. Telkom oleh SEC, semakin menambah daftar panjang
ketidak percayaan terhadap profesi akuntan.
Dalam hasil Kongres Akuntan Sedunia (Word Congres Of Accountants
“WCOA” ke-16 yang diselenggarakan di Hongkong juga disimpulkan bahwa
kredibilitas profesi akuntan sebagai fondasi utama sedang dipertaruhkan.
Sebagai fondasi utama,tanpa sebuah kredibilitas profesi ini akan hancur.
Hal ini disebabkan oleh beberapa skandal terkait dengan profesi akuntan yang
telah terjadi. Namun, Profesi akuntan dapat saja mengatasi krisis ini
dengan menempuh cara peningkatan independensi, kredibilitas, dan kepercayaan
masyarakat. Oleh karena itu presiden International Federation of
Accountants IFAC menghimbau agar para akuntan mematuhi aturan profesi untuk
mendapatkan kepercayaan masyarakat agar krisis profesi akuntan tidak lagi
terjadi.
Regulasi
Dalam Rangka Penegakan Etika Kantor Akuntan Publik
Di Indonesia, melalui PPAJP – Dep. Keu., pemerintah
melaksanakan regulasi yang bertujuan melakukan pembinaan dan
pengawasan terkait dengan penegakkan etika terhadap kantor
akuntan publik. Hal ini dilakukan sejalan dengan regulasi yang
dilakukan oleh asosiasi profesi terhadap anggotanya. Perlu diketahui bahwa
telah terjadi perubahan insitusional dalam asosiasi profesi AP. Saat ini,
asosiasi AP berada dibawah naungan Institut Akuntan Publik Indonesia
(IAPI). Sebelumnya asosiasi AP merupakan bagian dari Institut Akuntan Indonesia
(IAI), yaitu Kompartemen Akuntan Publik).
Perkembangan terakhir dunia internasional menunjukkan bahwa
kewenangan pengaturan akuntan publik mulai ditarik ke pihak
pemerintah, dimulai dengan Amerika Serikat yang membentuk Public Company
Accounting Oversight Board (PCAOB). PCAOB merupakan lembaga semi
pemerintah yang dibentuk berdasarkan Sarbanes Oxley Act 2002. Hal ini terkait
dengan turunnya kepercayaan masyarakat terhadap
lemahnya regulasi yang dilakukan oleh asosiasi profesi, terutama
sejak terjadinya kasus Enron dan Wordcom yang menyebabkan bangkrutnya Arthur
Andersen sebagai salah satu the Big-5, yaitu kantor
akuntan publik besar tingkat dunia. Sebelumnya, kewenangan asosiasi
profesi sangat besar, antara lain: (i) pembuatan standar akuntansi dan standar
audit; (ii) pemeriksaan terhadap kertas kerja audit; dan (iii) pemberian
sanksi. Dengan kewenangan asosiasi yang demikian luas, diperkirakan bahwa
asosiasi profesi dapat bertindak kurang independen jika terkait dengan
kepentingan anggotanya. Berkaitan dengan perkembangan tersebut, pemerintah
Indonesia melalui Rancangan Undang-Undang
tentang Akuntan Publik (Draft RUU AP, Depkeu, 2006) menarik
kewenangan pengawasan dan pembinaan ke tangan Menteri Keuangan, disamping tetap
melimpahkan beberapa kewenangan kepada asosiasi profesi. Dalam RUU AP tersebut,
regulasi terhadap akuntan publik diperketat disertai dengan
usulan penerapan sanksi disiplin berat dan denda administratif yang besar,
terutama dalam hal pelanggaran penerapan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP).
Disamping itu ditambahkan pula sanksi pidana
kepada akuntan publik palsu (atau orang yang mengaku
sebagai akuntan publik) dan kepada akuntan publik yang
melanggar penerapan SPAP. Seluruh regulasi tersebut dimaksudkan untuk
meningkatkan kualitas pelaporan keuangan, meningkatkan
kepercayaan publik serta melindungi
kepentingan publik melalui peningkatan independensi auditor dan
kualitas audit.
Sumber:
Langganan:
Postingan (Atom)